Powered By Blogger

Selasa, 15 Maret 2011

shaRiNg aBOut ecONomic suBjecT


INFLASI DAN PENGANGGURAN

Add caption
1.     INFLASI (INFLATION)

A.    Defenisi dan PENGERTIAN Inflasi
Inflasi (inflation) adalah gejala yang menunjukkan kenaikan tingkat harga umum yang berlangsung terus menerus.
Dari pengertian tersebut maka apabila terjadi kenaikan harga hanya bersifat sementara, maka kenaikan harga yang sementara sifatnya tersebut tidak dapat dikatakan inflasi. Ada tiga komponen yang harus dipengaruhi agar dapat dikatakan telah terjadi inflasi:
1.      Kenaikan harga
Harga suatu komoditas dikatakan naik jika menjadi lebih tinggi daripada harga periode sebelumnya.
2.      Bersifat umum
Kenaikan harga suatu komoditas belum dapat dikatakan inflasi jika kenaikan tersebut tidak menyebabkan harga-harga secara umum naik.
3.      Berlangsung terus menerus
Kenaikan harga yang bersifat umum juga belum akan memunculkan inflasi jika terjadinya hanya sesaat. Karena itu, perhitungan inflasi dilakukan dalam rentang waktu minimal bulanan. Sebab dalam sebulan akan terlihat apakah kenaikan harga bersifat umum dan terus menerus.

B.     Golongan dalam Inflasi
1.      Inflasi ringan
Inflasi ringan terjadi apabila kenaikan harga berada dibawah angka 10% per tahun.



2.      Inflasi sedang
Inflasi sedang terjadi apabila kenaikan harga berada di antara 10% - 30% per tahun.
3.      Inflasi berat
Inflasi berat terjadi apabila kenaikan harga berada di antara 30% - 100% per tahun.
4.      Hiperinflasi atau inflasi tak terkendali
Hal ini terjadi apabila kenaikan arga berada di atas 100% per tahun.

C.     Indikator Inflasi
1.      Pemerintah mencetak uang untuk menangani krisis
Akibatnya, harga akhirnya meningkat pada kecepatan yang sangat tinggi untuk bersaing dengan surplus mata uang. 
2.      Kenaikan biaya produksi
yang menyebabkan kenaikan harga produk akhir. Sebagai contoh, jika bahan baku naik harganya, ini menyebabkan biaya produksi meningkat, yang pada gilirannya menyebabkan perusahaan menaikkan harga untuk menjaga keuntungan.
3.      Biaya tenaga kerja atau upah
Inflasi juga sisebabkan oleh biaya tenaga kerja. Ketika pekerja menerima tambahan upah, maka secara otomatis kenaikan harga juga akan terjadi.
4.      Pemberian pinjaman internasional dan hutang nasional
Negara meminjam uang, mereka harus berurusan dengan kepentingan, yang pada akhirnya menyebabkan harga naik. Nilai tukar juga dapat menyebabkan inflasi, karena pemerintah akan harus berurusan dengan perbedaan dalam impor / tingkat ekspor. 
5.      Perang
Perang pun juga sering menyebabkan inflasi, karena pemerintah harus mengembalikan uang yang dihabiskan dan mengembalikan dana yang dipinjam dari bank sentral. Perang sering mempengaruhi segala sesuatu dari perdagangan internasional untuk biaya tenaga kerja untuk permintaan produk, sehingga pada akhirnya selalu menghasilkan kenaikan harga. 



D.    Biaya Sosial dari Inflasi
      Para ekonom sepakat bahwa maksimal inflasi yang aman adalah 10% pertahun. Jika para inflator menaikan harga lebih dari anggaran yang telah ditetapkan, maka akan muncul masalah-masalah sosial berikut:
1.      Menurunnya tingkat kesejahteraan rakyat
Tingkat kesejahteraan masyarakat, sederhananya diukur dengan tingkat daya beli pendapatan yang diperoleh. Inflasi menyebabkan daya beli pendapan makin rendah, khususnya bagi masyarakat yang berpenghasilan kecil dan tetap. 
2.      Memburuknya distribusi pendapatan
Dampak buruk inflasi terhadap tingkat kesejahteraan dapat dihindari jika pertumbuhan tingkat pendapatan lebih tinggi dari tingkat inflasi. Jika inflasi 20% per tahun, maka tingkat pendapatan harus lebih besar dari 20% per tahun.
3.      Terganggunya stabilitas ekonomi
Pengertian mendasarnya adalah sangat kecilnya tindakan  spekulasi dalam perekonomian. Inflasi menganggu stabilitas ekonomi dengan merusak perkiraan tentang masa depan (ekspektasi) para pelaku ekonomi. Inflasi yang kronis menumbuhkan perkiraan bahwa harga-harga barang dan jasa akan terus naik. Bagi konsumen perkiraan ini mendorong pembelian barang dan jasa lebih banyak dari biasanya. Tujuannya untuk lebih menghemat untuk pengeluaran konsumsi. Akibatnya, permintaan barang dan jasa justru dapat meningkat. 


2.     Pengangguran (Unemployment)

A.    Defenisi Pengangguran
      Pengangguran (Uniployment) adalah mereka yang yang sama sekali tidak bekerja atau mereka yang sedang mencari pekerjaan.
      Makna tidak bekerja disini tidak sama dengan tidak mau bekerja. Orang yang tidak mau bekerja tidak bisa disebut dengan pengangguran. Sebab, jika ia mencari pekerjaan mungkin saja dengan segera ia akan mendapatkannya. Ada indikasi-indikasi orang tidak mau bekerja, seperti sudah kaya, ia mempunyai aset-aset besar untuk biaya hidupnya. Alasan lainnya seperti ibu-ibu yang harus mengurus anaknya, kawula muda yang harus sekolah atau kuliah dulu, dan lain sebagainya.
      Seseorang bisa dikatakan menganggur bila ia ingin bekerja dan berusaha mencari kerja, namun ia tidak mendapatkannya. Orang yang mencari kerja masuk dalam kelompok yang disebut angkatan kerja. Usia angkatan kerja adalah 15-64 tahun (ini hanya termasuk golongan yang sedang mencari pekerjaan saja). 
      Pengangguran yang berkepanjangan juga dapat menimbulkan efek psikologis yang buruk terhadap penganggur dan keluarganya. Tingkat pengangguran yang terlalu tinggi juga dapat menyebabkan kekacauan politik keamanan dan sosial sehingga mengganggu pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Akibat jangka panjang adalah menurunnya GNP dan pendapatan per kapita suatu negara. Di negara-negara berkembang seperti Indonesia, dikenal istilah "pengangguran terselubung" di mana pekerjaan yang semestinya bisa dilakukan dengan tenaga kerja sedikit, dilakukan oleh lebih banyak orang.
·          

 



Data tingkat pengangguran:

Angkatan kerja di daerah Kalimantan:



B.     Pendekatan Angkatan Kerja (Labour Force Approach)
Dalam pendekatan ini, angkatan kerja dibagi menjadi tiga kelompok, antara lain:
1.      Pengangguran terbuka (Open Unemployment)
Yaitu mereka yang sama sekali tidak bekerja atau yang sedang mencari peerjaan. Berdasarkan defenisi ini, tingkat pengangguran di Indonesia umumnya relatif rendah, yaitu 3%-5% per tahun.
2.      Setengah menganggur (Underemployed)
Yaitu mereka yang bekerja, tetapi belum dimanfaatkan secara penuh. Artinya jam kerja mereka dalam seminggu kurang dari 35 jam. Berdasarkan defenisi ini, tingkat pengangguran di Indonesia relative tinggi, karena angkanya berkisar 35% per tahun.
3.      Bekerja penuh (employed
Yaitu mereka yang bekerja penuh atau jam kerjanya mencapai 35 jam per minggu.

C.     Jenis-jenis Pengangguaran
1.      Pengangguran Friksional (Frictional Unemployment)
Pengangguran friksional adalah pengangguran yang sifatnya sementara yang disebabkan adanya kendala waktu, informasi dan kondisi geografis antara pelamar kerja dengan pembuka lamaran pekerja.
2.      Pengangguran Struktural (Structural Unemployment)
Pengangguran structural adalah penganggur yang mencari lapangan pekerjaan tidak mampu memenuhi persyaratan yang ditentukan pembuka lapangan kerja. Semakin maju suatu perekonomian suatu daerah akan meningkatkan kebutuhan akan sumber daya manusia yang memiliki kualitas yang lebih baik dari sebelumnya.
3.      Pengangguran Siklis (cliclical unemployment)
Pengangguran siklikal adalah pengangguran yang menganggur akibat imbas naik turun siklus ekonomi sehingga permintaan tenaga kerja lebih rendah daripada penawaran kerja.
4.      Pengangguran Musiman (Seasional unemployment)
Pengangguran musiman adalah keadaan menganggur karena adanya fluktuasi kegiaan ekonomi jangka pendek yang menyebabkan seseorang harus nganggur. Contohnya seperti petani yang menanti musim tanam, tukan jualan duren yang menanti musim durian.

D.    Hubungan antara Inflasi dan Pengangguran (Philips Curve Theory)
      Hasil penelitian Profesor Philip tentang perekonomian Inggris periode 1861-1957 menunjukkan adanya hubungan negative dan non linear antara kenaikan upah atau inflasi tingkat upah (wage inflation) dengan pengangguran. Seperti contoh kurva di bawah ini:
Hubungan antara inflasi dan pengangguran
http://t3.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcQLlqJfMdzNfqtJlsV6y3AxOalmVohcVgGlO813gvZHQGRu1mMe

      Menurut Philips, Negara tidak bisa mengatasi pengangguran dan inflas secara bersamaan . ia akan berbanding terbalik. Ia menggunakan metode trade off, yaitu pengorbanan antara inflasi dan pengangguran. Maksudnya, jika pemerintah ingin meminimalisirkan inflasi, maka akan terjadi peningkatan atau kenaikan terhadap pengangguran. Dan sebaliknya, jika ingin meminimalisasikan pengangguran, maka akan terjadi inflasi di tingakt upahnya.
      Contoh kasusnya, ketika pemerintah ingin mengatasi tingkat pengangguran, mereka akan membuat kebijakan untuk membuka lapangan pekerjaan yang bisa dimanfaatkan bagi para pengangguran. Misalkan dengan membuat atau pun merenovasi jalan raya, jembatan, dan lain sebagainya.. dengan demikian, pengangguran akan segera teratasi. Namun, dibalik itu semua akan terjadi inflasi ketika pembelian modal proyek, yaitu pembelian bahan-bahan proyek seperti pasir, semen, batu, dan lain-lain. Karena pada saat itu demand akan relative tinggi. Jika demand tinggi, maka harga barang akan naik, dengan itu akan terjadi inflasi.
      Contoh kasus lain, ketika  ingin mengatasi tingkat pengangguran, mereka akan membuat upaya-upaya mengatasi permasalahannya, yaitu dengan memproduksi barang-barang menjadi lebih banyak. Dengan begitu, pada saat barang sudah melimpah ruah, maka barang itu kelihatan kurang berharga lagi. Maka pemerintah membuat kebijakan melakukan open market operation, yaitu memperketat edaran mata uang di pasaran. Dengan cara melakukan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) yang dijual ke masyarakat atau dengan upaya menjual obligasi Negara kepada masyarakat. Ketika pemerintah menerima uang penjualan obligasi Negara dari masyarakat, maka lambat laun, uang mereka akan mengalami penyusutan.. pada saat uang itu beredar terbatas di kalangan masyarakat, maka uang pada saat itu menjadi lebih berharga. Dengan begitu demand terhadap barang akan menurun. Dengan begitu inflasi pun turun. Efeknya dalam pengangguran: produsen-produsen, pebisnis-pebisnis akan mengalami penguranan terhadap pemasukannya. Akibatnya, cost of production pun menurun, berimbas kepada produksi perusahaan akan menurun juga. Dengan begitu, banyak terjadinya PHK-PHK bagi karyawan pabrik.
      Namun, teori itu runtuh pada tahun 1970-an. Kerena terjadi anomani yang tidak sesuai dengan teori. Pada waktu itu terjadi inflasi dan pengangguran secara bersamaan. Kita ingat kembali kasus pda tahun 1997-1998 di Indonesia, ketika itu terjadi inflasi dan pengangguran secara besar-besaran. Akibatnya, bunga bank pada waktu itu mengalami kenaikan. Sebenarnya Islam telah menemukan cara untuk mengatasi problematika pengangguran dan inflasi ini, kegiatan zakat telah mengambil alih untuk mengatasi dilemma ini. Namun, disini penulis tidak membahas permasalahan zakat. Pembaca dapat melakukan pengayaan terhadap zakat dalam Islam.

3 komentar:

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  2. Absolutely fabulous! Thanks for giving out excellent information. Your post is fascinating and I have forwarded it to some of my links.
    cheap term paper writers

    BalasHapus
  3. Great article! This is the type of information that are meant to be public around the internet.
    Buy a book report online

    BalasHapus